Sepertinya pasar mesin espresso kapsul akan semakin ramai dengan kedatangan BLUE (Best Lavazza for Ultimate Espresso) di Indonesia. Inilah Chiara yang dalam bahasa Italianya bermakna “bening” nama yang diberikan oleh Lavazza untuk salah satu dari tiga mesin yang dipinjamkan oleh distributornya kepada saya untuk dicoba.
Mesin espresso sistem kapsul sepertinya akan terus berkembang untuk mengantisipasi pasar terutama industri perhotelan,vila, resort, dan perkantoran. Daya tarik kapsul seperti kemudahan penggunaan, praktis, serta tanpa sisa kopi yang bertebaran membuatnya menjadi pilihan untuk siapa saja tanpa harus lebih dulu menjadi barista.
Chiara yang bentuknya futuris ini tak lebih besar dari sebuah kotak speaker bookshelf dan mudah di pindahkan karena beratnya yang kurang dari 5 kg. Dibalut dengan material plastik dan hanya dilengkapi dengan tiga tombol untuk memfungsikannya : brewing, dan dua tombol untuk steam susu. Portafilter-nya sudah didesain hanya digunakan untuk kapsul dari Lazavva dan tidak memungkinkan digunakan dengan kapsul dari merek lain seperti Illy atau Nespresso.
Jarak antara portafilter di bagian spout atau tempat keluarnya kopi dengan drip tray sekitar 12 cm dan bila terlalu tinggi Chiara menyediakan supporting grid yang memperpendek jaraknya menjadi 7 cm. Sedangkan tempat penampungan air sisa brewing atau drip tray berkapasitas maksimal 500 ml yang bisa di tarik di bagian bawahnya saat akan dibersihkan.
Tinggal masukan air ke dalam kontainer plastik yang berkapasitas 2.5 liter dan sambungkan kabelnya ke sumber listrik. Tunggu kurang dari dua menit dan Chiara siap digunakan saat tombol brewing-nya sudah berwarna biru.
Dan ini hasilnya :
Saya tidak ragu menyebut hasilnya dari sisi rasa yang surprisingly good , aroma yang menawan serta krema berlimpah sejak pertama kali ekstraksi. Dalam skala 1 hingga 5, espresso-nya bisa meraih nilai 3 tanpa kesulitan. Sayangnya mesin ini tidak dilengkapi dengan fungsi tombol otomatis yang akan menghentikan proses brewing dalam waktu tertentu seperti yang terdapat pada Francis Francis X7 dari Illy.
Pada Chiara kita harus menentukan sendiri berapa detik ekstraksi yang diinginkan (Francis men-set 25 detik) hingga kemungkinan over atau under extraction bisa saja terjadi, sesuatu yang seharusnya harus bisa dihindari dalam mesin kapsul yang serba otomatis. Tapi terlepas dari ketiadaan fitur penting tersebut, Chiara bisa jadi sebuah awal bagi siapa saja yang ingin serba praktis untuk menikmati kopi yang baik tanpa harus menyediakan penggiling kopi dan berbagai aksesorisnya.
Saya belum sempat mencoba kemampuan steam-nya untuk milk frothing, dan berharap hasil yang lumayan bagus untuk mesin sekecil ini.
Lavazza mengeluarkan beberapa jenis rasa kopi yang dijual seharga 8 ribu per kapsul yang merupakan campuran dari jenis arabika dari Amerika Tengah dan robusta Indonesia. Setiap kapsul mengandung 8 gram kopi dan berat total dengan kemasannya menjadi 10 gram. Mesin ini dijual dengan harga sekitar 4 jutaan dengan spesifikasi :
Kontainer air : 2,5 liter
Dimensi HxWxD : 34 x 24 x 24 cm
Berat : 4,3 kg
Daya listrik : 850 W
Penutup :
Kemudahan penggunaan tanpa harus dibekali pengetahun yang rumit seperti pada mesin espresso membuat mesin espresso kapsul lebih praktis digunakan oleh siapa saja. Dengan satu sentuhan siapa saja dimungkinkan bisa menikmati secangkir kopi yang layak minum. Bukan tidak mungkin bila suatu saat inovasi yang akan terus berkembang memungkinkan sebuah mesin jenis kapsul yang mampu menghasilkan kopi yang sama bahkan lebih bagus dari mesin espresso manual.
Untuk masalah kepraktisan dan hasil akhir, kopi POD adalah alternatif lain yang tersedia di pasar dan beberapa mesin espresso professional menyediakan portafilter khusus untuk kopi dalam kemasan kertas ini.
Terakhir, bagi kalangan purist yang masih menikmati sebuah ritual dengan mesin espresso manual, mari kita lanjutkan grind, dose, tamp, pull, and drink !
Catatan : Terima kasih kepada Phillocoffee, Iwan Tirta dan Sufan Gunawan yang sudah banyak membantu untuk posting ini.
Bagi info untuk di Bali dmn beli capsulenya.. Makasi
Bagaimana dengan flavornya Bank? saya pikir bukan hanya kita kehilangan moment ritual saja Bank, kalau kita biasa menikmati kopi yg fresh pasti Kopi Pod hambar rasanya ya
Om Philo & Sufan,
Malam itu memang penuh sejarah mulai dari first time experience bikin espresso sendiri sampai2 di buatkan footnote pulak di blog sama kang Toni. =)
saya senada dengan endang, mudah”an masih banyak yg bertahan dan setia dengan netode konvensional. heheeee
Oooooh, ternyata om Philo tujuan utamanya ke jakarta main ke Markas Besar Tetua Kopi Indonesia toh..
Keep the spirit Pak Ton & Om Philo..!!
Sepertinya lebih menarik mitaca cappucinatore deh, lebih murah juga kayaknya pod nya. anyway semua tergantung selera
P’Toni,
Ada rujukan mengenai kapsulnya sendiri ? Dari sisi cara pembuatan ? Apakah di Indonesia sudah bisa membuat kapsul seperti itu ?
Terimakasih.
Salam,
Virgani Dhirgacahya
Hmmm…kelihatannya semakin hari akan semakin banyak coffeelovers yang menyukai kepraktisan, tapi saya kok merasa (berharap ?) masih akan lebih banyak penggila kopi yang menyukai hal-hal yang konvensional….