Sastrawan era Pujangga Baru seperti Hamka, Tulis Sutan Sati, hingga Marah Rusli punya cara tersendiri menggambarkan keindahan alam Minangkabau yang sungguh melambungkan imajinasi saya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah kota Bandung. Betapa lansekap alam Sumatra Barat terhampar dalam sebuah literasi yang menceritakan permainya pegunungan, lembah, hijaunya persawahan, hingga kedamaian di danau Singkarak serta Maninjau. Akhir saya menunaikan janji untuk suatu saat datang ke tanah Minang yang baru saja bisa terlaksana di awal tahun 2017 ini.
Padang-Bukittinggi. Kendaraan yang saya tumpangi merayap perlahan dan menghabiskan masa hampir 3 jam hanya untuk sampai ke persimpangan Sicincin sejak bertolak dari bandara Minangkabau.
Perjalanan masih sekitar 45 km lagi untuk tiba di kota Bukittinggi dan kendaraan terus mengalir pada masa liburan di awal tahun 2017. Total 6 jam perjalanan yang harus ditempuh sebelum akhirnya menginjakan kaki untuk pertama kali di kota yang beriklim sejuk tempat kelahiran proklamator Bung Hatta.
Kesan pertama di Bukittinggi ? ya itu tadi, macet nian, pun di beberapa titik pusat kota karena masih musim liburan. Tapi biarlah, karena jadwal perjalanan sudah disiapkan oleh rekan saya yang menjadi pemandu selama berada di Sumbar.
Rimbun Coffee Bukttinggi. Walau tujuan ke Bukittinggi semata untuk berlibur, tapi tentu saya tak menolak ajakan pemandu saya untuk berkunjung ke salah satu kedai kopi di kota ini, Rimbun. Ada Verdy Putra (29) yang menyapa hangat dan merupakan pengelola Rimbun di Bukttinggi selain yang berlokasi di kota Padang.
Rimbun berlokasi di bawah jembatan gantung Limpapeh yang saya yakin tak sulit untuk ditemukan di pusat kota Bukittinggi. Bentuknya sebagaimana sebuah ruko yang memanjang dengan dinding serta lantai yang berbalut kayu, sebagiannya sudah berumur. Berdiri sudah lebih dari 1 tahun dan Verdy menjelaskan bahwa tempat ini merupakan lokasi ke-2 setelah yang pertama di kota Padang, tepatnya di Jl. KIS Mangunsarkoro.
Manual brewing ? Ya, karena di cuaca sejuk seperti kota Bukittinggi, minuman ini menjadi penawar ampuh untuk apra pengunjung lokal maupun turis asing yang singgah di Rimbun.
Rimbun dan Solok. Saya mau bercerita sedikit tentang Rimbun karena kontribusi mereka yang tak sedikit dalam memperkenalkan kopi Solok kepada khalayak ramai (nama Indikasi Geografis-nya Sumatra Arabika Minang Solok)
Pada awalnya sekitar tahun 2011, saat pertama kali membuka Rimbun (dulu namanya Nunos) Allan Arthur (34) dan Novendra (35) sudah berniat mengenalkan kopi dari Sumatra Barat. Jodoh mempertemukan keduanya dengan Alfridiansyah (Adi) seorang penggiat kopi dari daerah Solok, sebuah kota kecil berjarak 53 km arah Timur Laut dari kota Padang.
Gayung bersambut dan kerjasama mereka jauh berkembang dengan pendirian Koperasi Solok Radjo yang disarankan oleh Mira Yudhawati (Q Grader).
Di tahun 2013, kopi Solok mulai naik panggung dan masuk dalam salah satu jajaran penghasil kopi arabika di Indonesia. “Kalau saya bilang kopi ini mirip-mirip sama kopi tipikal di Afrika, seperti kopi di Etiopia, Kenya dan Amerika Latin, bodynya sedang manisnya bagus dan aromanya sangat banyak,” kata Mira di tautan Tempo
Kini Rimbun sudah melengkapi tempatnya dengan mesin roasting sendiri yang berkapasitas 1 kg buatan Froco dari Tangerang. Sebuah tempat yang tentunya wajib Anda datangi saat berada di kota Padang atau Bukittinggi.
Selanjutnya saya meneruskan perjalanan ke pusat penanaman kopi Sumatra Barat, Solok.
* * *
keknya nih tempat asyik buat nonkrong nih, baru tau tempatnya
Rimbun coffee yang pernah saya datangi adanya di kota Padangnya, disitu baristanya very welcome banget dan menawarkan untuk membeli greenbean Solok :))
Bulan Agustus tahun lalu saya sempat mampir ke Bukit Tinggi. Sayangnya tidak menemukan Rimbun Coffee ini.