Bagi yang terbiasa dengan cuaca tropis, musim dingin di kota Seoul adalah perubahan drastis saat suhu 5 derajat Celsius langsung menyapa di pelataran bandara internasional Incheon pertengahan November kemarin. Saya akan berada selama 1 minggu untuk perjalanan urusan kantor setelah sekian kali berkunjung ke negara ini. Apa yang salah satu yang paling suka dari kota ini ? Keteraturan dalam layanan publik, salah satunya jadwal bis di bandara dengan pilihan banyak rute yang akan langsung mengantar penumpang ke kota.
Tulisan Korea. Setelah menitipkan koper ke concierge karena waktu masuk kamar nanti pada jam 2 siang, saya memintakan mereka menuliskan tujuan ke gedung Convention Expo dalam bahasa setempat untuk nanti diserahkan kepada supir taksi. Maklumlah tak semua pengemudi taksi di kota ini bisa paham tulisan latin. Jadi demi alasan praktis secarik kertas berbahasa Korea dengan nama tempat yang akan dituju akan lebih memeprcepat komunikasi.
Cafe Show Seoul 2016 sudah berlangsung selama 4 hari, dan hari itu tanggal 13 November merupakan hari terakhir yang harus saya manfaatkan sebelum Senin esok saya sudah “terpenjara” urusan kantor.
Tiket masuk untuk umum seharga 15 ribu Won, lumayan sekitar 172 ribuan untuk mendapatkan akses ke semua tempat pameran, kecuali kelas khusus. Ini pertama kali saya melihat pameran yang diikuti bukan hanya industri kopi, tapi juga teh, coklat, bakery, es krim, interior, beserta segenap perangkat pendukungnya baik yang berasal dari Korea maupun luar negeri.
Secara umum, peserta yang mengikuti pameran merupakan nama-nama besar di industri kopi yang sudah banyak dikenal, dari mulai mesin roasting seperti Probat, Loring, Gissen, Fuji Royal, dan Proaster salah satu produk lokal Korea yang sudah ada di Indonesia.
Mesin espresso masih didominasi produk mainstream La Marzocco, Elektra, Slayer, La Spaziale, Dalla Corte adalah sebagian yang saya sempat perhatikan.
Grinder HG One yang merupakan generasi pertama dari Lyn Weber Workshops yang baru pertama kali saya lihat dan melihat bagaimana cara kerjanya. Material yang solid, pisau konikal dan cukup dengan menggerakan tuas (flywheel) untuk memutar burr (83 mm untuk Asia) guna menghasilkan berbagai grind size sesuai ukuran yang dipilih.
HG One adalah produk artisan, artinya tidak diproduksi secara masal dan pengguna harus bisa memasang sendiri semua bagian grinder pada saat proses instalasi termasuk melakukan kalibrasi. Versi listriknya EG-1 juga dipamerkan walau tak dicoba pada saat itu.
Mahlkonig Peak. Pertama kali melihat produk flagship dari pabrikan Mahlkonig pada saat saya berkunjungk e pabriknya di Hamburg. Kini produknya sudah dijual di Indonesia, jadi saya simpan dulu untuk ulasan terpisah pada publikasi yang akan datang.
Dengan jumlah booth lebih dari 350 peserta pameran, rasanya tak cukup waktu yang saya miliki selama 5 jam sebelum ditutup jam 16.oo waktu setempat. Jadi ini hanya sebagian kecil yang saya bisa lihat dan tulis pada artikel kali ini. Tapi bolehlah saya sedikit simpulkan setelah mengunjungi pameran ini dalam waktu yang singkat, negara ini memang “gila kopi”.
* * *
mantap artikelnya @cikopi.com 😀