Sebelum Anda membaca lebih lanjut, penggiling kopi manual ROK ini dijual dengan harga 3 jutaan. Dengan uang sejumlah tersebut, beberapa pilihan grinder elektronik seperti Baratza Encore bisa Anda dapatkan dengan harga yang jauh lebih murah. Tapi bila masih penasaran, silakan melanjutkan ulasan saya tentang grinder ROK,sebuah merek yang sebelumnya sudah memperoduksi alat penghasil espresso secara manual.
Prolog. Melakukan aktivitas menggiling kopi dengan hanya mengandalkan motorik tangan sudah biasa dilakukan sebagaimana saya yang selalu membawa salah satu grinder manual bila sedang melakukan perjalanan keluar kota. Memang perlu sedikit upaya keras untuk memutar grinder manual, tapi tetaplah alat ini perlu dimiliki oleh siapapun terutama yang hobi bepergian.
Popularitas dan kehandalan beberapa grinder yang sudah populer seperti Hario Ceramic Slim, Zasenhauss, Porlex, atau Lido3 memang tidak diragukan. Terlebih semua merek tersebut menggunakan conical burr untuk hasil giling yang lebih konsisten.
ROK grinder memang tidak portabel atau tak praktis untuk dibawa jalan-jalan karena bentuknya yang jauh lebih besar. Didesain dan diproduksi oleh perusahaannya untuk menjadi pendamping alat pembuat espresso manual, tapi tentu saja bisa digunakan untuk berbagai keperluan menyeduh kopi lainnya.
Desain. Cantik rupawan sejak pandangan pertama dengan material mengkilap, dengan ukuran sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Lido3. Handle atau tuas nyaman dipegang dan bisa digerakan baik searah maupun berlawan dnegan arah jarum jam hingga bisa digunakan bagi yang bertangan kidal.
Di bagian bawah terdapat anti slip agar kedudukan ROK tetap pada tempatnya saat sedang digunakan. Tapi tak da tutup pada bagian tempat biji kopi yang maksimal hanya bisa memuat sebanyal 50 gram.
Untuk pengaturan sehalus apa bubuk kopi yang diperlukan, terdapat “wheel adjustment” berupa lingkaran besi berwarna hitam di bagian bawah dengan angka 1, 2, 3, hingga maksimal 12, yang cara kerjanya diputar sesuai keperluan.
Menggunakan burr konikal dengan dua bearing di bagian atas dan bawah, seperti yang diadopsi oleh Lido3 agar kedudukan burr tidak berubah.
Pengoperasinnya hanya dengan memutar handle searah jarum jam dan ROK telah menyediakan penampung khusus di bagian bawah.
Dengan berat yang kurang dari 3 kg jadi mudah dipindahkan. Selanjutnya mari kita coba ROK ini dan melihat bagaimana kinerjanya dibandingkan dengan produk grinder manual lain yang pernah saya gunakan.
Bongkar pasang. Pesan saya, bila memiliki grinder sebaiknya bisa melakukan kegiatan bongkar pasang yang penting dilakukan pada saat akan dibersihkan. Membongkar ROK buat saya tak sesulit dengan mengoprek Lido 3 yang jauh lebih banyak komponennya.
Dilakukan hanya dengan membuka lingkaran hitam pengatur halus-kasar ke arah kiri hingga terlepas dari kedudukannya. Setelah itu komponen lain seperti burr akan terlepas dengan sendirinya. Anda bisa melihat komponennya di foto bawah, walau satu lingkaran plastik (washer) tidak terdokumentasikan.
Menggunakan ROK Grinder. Saya langsung ingin mencobanya untuk espresso dan memutar pengaturnya hingga hampir habis. Tapi sebelumnya, untuk keperluan kalibrasi, tinggal putar wheel adjustment sambil menahan tuas agar tidak ikut berputar hingga angka 1 pas berada di bawah titik. Inilah posisi awal yang disarankan dan saya masih memasangkan “washer” agar ROK bisa berfungsis ebagai grinder dengan pengaturan “step” atau berputar bebas.
Step dan Stepless. Salah satu keunikan ROK adalah dua fungsi pengaturan (grind adjustment) baik step maupun stepless yang terintegrasi dalam satu alat. Sebuah keunggulan yang hampir tidak pernah ditemukan apda grinder yang sudah saya coba. Alat yang dinamakan “washer” terdiri dari plastik dan besi berbentuk lingkaran berfungsi untuk menahan agar “wheel adjustment” bisa berputar bebas tanpa adanya friksi dari barisan penandanya.
Putaran Yang Lebih Sedikit. Saya hanya memuat 17 gram dan mulai memutar tuas sebanyak 54 kali untuk setting yang sudah diatur kehalusannya untuk minuman espresso. Sebagai bahan perbandingan, baik Lido3 maupun Porlex Mini perlu kira-kira 120-150 kali putaran untuk jumlah kopi yang sama. Jadi untuk urusan kecepatan, kesenyapan, ROK memang lebih unggul selain tak perlu mengeluarkan tenaga yang berlebihan.
Seperti biasa, hasil grind dengan konikal burr memang selalu bisa diandalkan dengan parikel yang cukup merata secara kasat mata sebagaimana hasil foto makro di atas.
Espresso. Semestinya saya menggunakan alat espresso ROK, tapi yang ada hanya mesin espresso Rocket Evoluzione, maka jadilah saya mencobanya pada mesin ini. Intinya, tidak ada kesulitan untuk ROK dalam menggiling dengan setting mesin espresso.
Beberapa catatan setelah menggunakan ROK.
Biji Kopi Loncat. Karena tidak dilengkapi dengan penutup, serpihan biji kopi sering meloncat keluar walau jumlahnya tak banyak terutama pada saat saya sedang bersemangat memutar engkolnya. Alangkah baiknya bila ROK melakukan modfikasi ulang dengan melengkapi penutup di bagian hopper agar biji kopi tidak sering kabur.
Statik. Sebuah problem dimana listrik statis membuat bubuk kopi menempel terutama di bagian bawah (wheel adjustment) dan inilah yang terjadi pada beberapa grinder manual termasuk di ROK.
Senyap. Sebagai perbandingan, alarm iphone saya mengeluarkan bunyi hingga maksimal 60 desibel, sedangkan Mahlkonig Vario saat menggiling kopi menghasilkan suara hingga 75 desibel. Tapi ROK hanya sekitar 55 desibel saja, jadi tak mengeluarkan suara bising.
Anti Slip. Hanya saja “anti slip” sepertinya tak berfungsi maksimal karena ROK masih bisa bergerak kalau tak dipegang dengan erat di bagian atas atau sampingnya.
Grind Adjustment. Saya punya harapan banyak dengan ROK sebagai sebuiah alternatif alat giling kopi yang cukup bagus. Tapi kendala utama yang dirasakan adalah pada saat melakukan perubahan setting dengan memutar “wheel adjustment“. Seringkali burr tidak mau turun seiring dengan putaran “wheel adjustment” atau hanya diam di atas.
Kejadian ini terutama pada saat setting terhalus di mana kedudukan burr berada di bagian atas dan hanya diam saat memutar wheel adjustment. Saya mengganti pegas atau per yang lebih kuat, tapi problem masih tetap sama karena burr masih engan turun mengikuti putaran wheel. Solusi darurat adalah mengetuk burr dari bagian hopper dengan menggunakan obeng agar burr bisa terlepas bebas dan kembali melakukan penyesuaian awal.
Kesimpulan. Memiliki dua fungsi pengaturan (step dan stepless), cukup portabel walau tak bisa diajak bepergian, bentuk dan desain yang menarik, tidak berisik, serta cukup solid adalah beberapa hal yang perlu dijadikan catatan sebagai keunggulan pada produk ini.
Tapi ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebagaimana pengalaman saya menggunakan ROK.
Pertama, harga yang 3 jutaan yang relatif tinggi untuk sebuah grinder manual saat kita masih bisa mendapat grinder listrik seperti Baratza Encore atau Wellhome ZD 10 yang jauh lebih murah. Atau bila Anda ingin sebuah grinder manual, Hario Creamic Slim dan Porlex adalah dua grinder unggulan dengan harga 1/3 nya dari ROK.
Kedua, tapi masalah yang paling penting adalah kedudukan burr yang sering tersangkut pada setting halus dan terpaksa harus diketuk-ketuk agar bisa turun kembali. Per atau spring merupakan komponen utama pada bagian ini ternyata tidak cukup kuat untuk mendorong burr sesuai putaran saat melakukan pengaturan halus-kasar.
Saya berharap bahwa mungkin hanya ROK yang saya pinjam dari Otten yang mempunyai kasus seperti ini. Jadi, bila Anda membeli ROK, pastikan kedudukan burr bisa menyesuaikan dengan arah putaran wheel tanpa ada hambatan.
Terakhir, serpihan kecil dari biji kopi yang sering loncat dari bean hopper dan statis yang buat saya masih bisa ditoleransi. Hanya saja kasus burr yang sering tersangkut adalah hal penting karena kemudahan melakukan pengaturan adalah salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk sebuah alat penggiling kopi.
Kecuali saat bepergian, saya masih tetap merekomendasikan sebuah grinder listrik yang jauh lebih praktis dan murah seperti Welhome ZD10 yang akan saya publikasikan secepatnya.
* * *