Nanang Kuswandi dari Komunitas Petani Garut sangat berharap bila suatu saat produksi kopinya yang berada di lereng Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat akan semakin bersinar serta banyak dikenal oleh publik di tanah air. Walau angan-angannya perlu waktu panjang untuk diwujudkan di tengah keterbatasan permodalan usaha agar petani di sana bisa melakukan ekspansi penanaman lahan hutan lindung dengan luas lebih dari 300 hektar. Nanang merupakan salah satu dari 42 peserta yang mengikuti West Java Coffee Festival 2015 yang diselenggarakan oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Propinsi Jawa Barat, di Atrium Selatan Trans Studio, kota Bandung akhir pekan kemarin.
Kegiatan West Java Coffee Festival yang langsung dibuka oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang didampingi oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif beserta jajaran pejabat lainnya dengan tema “Kopi Jabar Cita Rasa Legenda”
Acara yang berlangsung dari tanggal 20-22 November ini banyak diisi dengan beberapa kompetisi yang antara lain Golden Cup, Barista Competition, Latte Art, Manual Brewing, Talk Show, dan beragam kegiatan lainnya.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian mengerahkan hampir semua sentra produksi kopi di Jawa Barat seperti Gunung Layang, Cikuray, Manglayang, Halu, Cilengkrang, Tampomas, Tangkuban Parahu. Untuk memberikan kesempatan kepada publik, selama acara berlangsung, para pengunjung bisa menikmati kopi-kopi tersebut yang disajikan toleh coffee shop yang juga tersebar di berbagai daerah di Jawa Barat.
Majalengka, Tasikmalaya, Cirebon
Ketiga kota di atas merupakan representasi coffee shop yang diikut sertakan dalam acara West Java Coffee Festival kali ini selain kota Bandung sebagai tuan rumah. Saya yakin sebaran kopi yang diseduh anak-anak muda Jawa Barat tidak terbatas pada ketiga kota tersebut saja karena masih banyak kota atau pelosok daerah yang berani memperkenalkan cara baru minum kopi.
Contoh nyata adalah Majalengka, kota kecil yang lebih dikenal sebagai penghasil genteng, tapi seorang Gilang Pramudita (29) tak takut dengan masa depan Kopi Apik yang ia rintis lebih dari satu tahun yang lalu. Tempatnya ? Cukup di halaman rumah, tepatnya di Jl. Satari 239 Majalengka hingga di tempatnya ia cukup dikenal sebagai penyeduh kopi dengan beragam piranti seduh.
Lebih jauh lagi tepatnya di Kecamatan Kedawung, Cirebon, satu kedai kopi yang juga berusia satu tahun dikenal dengan nama “Lantunan” yang dibangun oleh Yudi Hadiyanto (28). Berada di komplek Harja Mulya dan Lantunan adalah wakil kota Cirebon yang hadir di West Java Coffee Festival.
Sementara kota Tasikmalaya diwakili oleh Bareto dan Tangkal Kopi yang didirikan oleh dua orang Barista dari bandung lalu hijrah ke kota ini. Bandung ? Mungkin saya perlu waktu khusus untuk mengunjungi beberapa warung kopi yang semakin bertambah jumlahnya.
Satu kesamaan dari mereka yang membangun coffee shop di daerah, penggunaan alat yang diminimalisir tanpa harus memiliki mesin espresso, tapi hanya bermodal peralatan seduh manual. Sedangkan minuman milk based, cukup menggunakan alat frother terpisah.
Kedai-kedai kopi yang mengikuti event ini seakan menyampaikan pesan bahwa membangun coffee shop itu tak harus mahal sekaligus turut serta mempopulerkan minuman kopi di tempatnya masing-masing.
Jadi, acara West Java Coffee Festival yang digadang oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Barat ini bolehlah diadakan secara berkala, minimal sebagai pengingat bahwa kopi sudah mulai ditanam sejak abad ke 17 di tanah Pasundan.
Wow. A cup of Java (sebutan untuk secangkir kopi di eropa pada abad 17) yg konon katanya berkat java preanger coffee identik dgn Kota kembang dan priangan mulai ‘lilir’ setelah berabad2 hilang. Salam kenal mas TW, saya pemula di dunia ‘hitam’ ini sangat terbantu untuk belajar lebih banyak ttg ‘ the aroma from heaven ini ‘. Ada info di dataran tinggi dan vulkanik pangalengan ada perkebunan kopi yg menanam ‘Jamaica Blue Mountain ‘ dengan luasan yg besar.