Mereka adalah para perempuan yang meramaikan lansekap kopi spesial di Indonesia sekaligus berada di garda terdepan yang bekerja keras dan harus berhadapan langsung dengan konsumen. Cikopi menuliskan profil sebagian Barista perempuan Indonesia yang memilih profesi ini dengan sepenuh hati. Kehadiran mereka seakan mendobrak asumsi maskulinitas profesi di industri kopi sekaligus memberi warna tersendiri di pasar kopi spesial Indonesia. Dua tulisan yang akan saya turunkan secara berturut-turut dan di bagian pertama ini saya mengenalkan Kinsky, Angeline, dan Evi !
Kinsky Bunyamin (28)
Saya belum lama mengenal Kinsky, tapi saya menyaksikan sendiri akan kiprahnya sebagai salah satu orang paling sibuk di Kejuaraan Barista 2014 yang harus diacungi jempol. Tangan dinginnya harus dicatat sebagai salah satu kontributor kesuksesan acara yang baru saja diadakan bulan Mei kemarin.
Pertama mengenal kopi di tahun 2005 dan kini bersama suaminya Joe Sentoso mengelola Koultoura tempat dimana Kinsky harus terlibat di semua aspek minuman ini. Gampangkah jadi seorang Barista ? Tidak selalu ! Karena Kinsky sangat paham bahwa perjalanan kopi sungguhlah panjang dan bukan hanya sekedar menekan tombol di mesin espresso atau menuang air panas semata.
Siapa mentornya ? Joe, sang suami lah yang pertama mengenalkannya tentang kopi secara lebih serius. Kedua, Hendri Kurniawan terutama yang mengajari Kinsky sebagai seorang Sensory Judge yang ia lakukan pada IBC 2014. Tak lupa ia juga berbagi ilmu dengan para Barista di Koultoura.
Secara merendah Kinsky menyatakan bahwa dulu ia melatih mereka, kini mereka lebih jago. Untuk itulah jangan merasa cepat puas dengan apa yang telah dicapai dan terus memupuk keinginan untuk bejalar terus. Terakhir saya bertemu dengannya di Koultoura, ia sedang mencoba teknik inverted pada Aeropress, menyeduh kopi secara terbalik dengan salah satu alat yang cukup populer ini.
Bagi Kinsky, industri kopi sangat menarik karena selain menyatukan banyak orang juga semakin banyaknya dari kalangan anak-anak muda yang terlibat. Walau menurutnya belum semaju negara tetangga seperti di Singapura, tapi ia percaya di beberapa tahun ke depan industri kopi spesial di Indonesia akan semakin diperhitungkan.
Beruntunglah karena Kinsky punya mesin espresso di rumah karena secangkir cappuccino atau latte adalah salah satu sarapan wajibnya. Ia menyukai campuran kopi Toraja, Papaua dan Guatemala, racikan yang digunakan di Koultoura selain salah satu blend dari Coava Coffee, Ethiopia Sidamo Demisse Natural. Sedangkan di sore hari, cukuplah secangkir filter kopi akan membuat peremuan kelahiran Palembang ini tersenyum lebar.
Terakhir, bukan hanya sebagai seorang Barista dan pengelola coffee shop, Kinsky juga sibuk dengan usaha lainnya, Creamy Comfort, dessert dengan kemasan cantik hasil kerjasama dengan rekannya.
Angeline Lauwrence
Pasangan suami istri Angeline yang biasa dipanggil Angel (29) dan Joseph Erwin (30) dipertemukan dengan Arief Said yang di tahun 2011 masih bekerja sebagai roaster di St. Ali. Obrolan dengan Arief (kini mengelola Morph Coffee) telah membukakan perspektifnya yang semakin lebar akan kopi spesial terutama di kota Melbourne, tempat keduanya belajar di Australia. Saat itu Angel sedang mengejar Bachelor of Commerce di Deakin University, sedangkan Joseph mendalami Teknologi Informasi di Royal Melbourne Institute of Technology.
Buat Angel, kopi bagaikan sebuah labirin yang semakin lama semakin menarik untuk ditelusuri dan mereka berdua sepakat jika kelak kembali ke Jakarta akan membuka sebuah coffee shop. Mengapa tidak di Melbourne ? Itu pertanyaan dari banyak teman mereka berdua.
Menurut pendapat Angel, pasar di sana sudah mature sedangkan di Jakarta pertumbuhan kopi spesial akan masih terus berlanjut dan adanya sebuah harapan bahwa kehadiran mereka akan membawa dampak yang positif terutama bagi kehidupan pribadi pasangan ini, serta memberikan sedikit kontribusi terhadap barista, konsumen dan tentu saja petani.
Angel rela meninggalkan pekerjaannya yang sudah mapan di dunia korporasi untuk memilih profesi sebagai barista. Jadilah perempuan kelahiran Jakarta ini ditempa di belakang bar kopi dengan volume pekerjaan dan stress yang cukup tinggi di beberapa coffee shop di Melbourne.
Menyesal ? Sebaliknya, malah Angel mensyukurinya dan selama dua tahun ia berjibaku sebagai Barista di Cafenatics, Top Paddock, serta Market Lane, tiga nama yang punya repurtasi sebagai specialty coffee shop di kota Melbourne.
Nyaris tak pernah absen selama menjalani profesi ini, Angel mengenang bagaimana di ibukota kopi seperti Melbourne saja masih diperlukan upaya edukasi kepada konsumen terutama saat ia bekerja di Market Lane. Buat Angel, tatangan terbesar sebagai Barista adalah menjaga kualitas, apalagi ia harus bekerja secara spartan dalam volume yang sangat tinggi.
Baristas should be able to come up with a ‘well-oiled’ workflow & system to keep our products to its highest standard consistently. I learn to only serve products that I am proud of, nothing less.
Nantikan kehadiran Turning Point yang sudah dalam taraf penyelesaiaan, sebuah coffee shop di kawasan BSD hasil karya pasangan Angel dan Joseph. Namanya, sebagaiman makna yang terkandung, sebuah titik balik kehidupan pasangan ini. Sebagai pemilik sekaligus Barista-nya mereka berkomitmen untuk terjun langsung terutama melakukan engagement kepada konsumen pada sat Turning Point mulai beroperasi.
Saya khusus menemuinya saat Angeline dan Joseph menyajikan Muwa dari Kenya di ABCD Pasar Santa salah satu kopi yang ia sukai. Bila di rumah, Angel lebih memilih pour over karena flavor yang lebih keluar, clean dan sweet, tapi cukuplah ia membekali dirinya dengan Aeropress bila sedang bepergian karena lebih praktis.
Evi Karsoho
Bila sesekali ke Monolog baik yang di Plaza Senayan atau Pondok Indah Mall Jakarta mungkin Anda akan bertemu dengan Evi yang sesekali mengoperasikan mesin espresso dengan sistem piston dan tentu piawai membuat latte art. Digembleng oleh Franky Angkawijaya, Barista Guru di Indonesia yang mengelola Esperto Barista Course dan Evi kini bertanggung jawab mengelola Monolog bersama beberapa rekannya.
Meraih gelar Master bidang Teknologi Pangan di salah satu Universitas di negara bagian Texas dan Strata 1 di Portland, Orgeon, tempat Evi pertama kali mengenal kopi, walau saat itu hanya sebatas teman belajar. Tapi akhirnya ia mampir juga sebagai Barista paruh waktu di salah satu coffee shop di Seattle karena Evi memang menyenangi interaksi dan berkenalan dengan orang-orang baru di tempatnya bekerja.
Asiknya, when we’re busy, we “dance”. Di belakang bar barista, selalu ada lebih dari 1 orang barista, dan kita tidak mungkin melayani puluhan tamu sendiri; that’s why we need to find our dynamic and “dance”. Another thing, belakangan ini masyarakat kita sudah lebih knowledgeable mengenai coffee. They know how to enjoy good coffee rather than just chugging it down for the caffeine. It’s a wonderful feeling when you see other people enjoy what you’re making.
Apa sih yang menarik dari industri kopi di Inonesia ? Buat Evi adanya sifat easy going orang-orang yang berkecimpung di dunia ini dan secara umum ia menilai adanya sebuah kebersamaan yang secara tak langsung memberikan dukungan kepada Indonesia sebagai salah satu penghasil kopi terbaik.
Setiap pagi cukuplah satu cangkir cappuccino untuk memberikan semangat walau ia tak menolak kopi lainnya selama tak terlalu manis. Buat Evi, Franky dan Christoph dua rekan kerjanya merupakan mentor terpenting, termasuk kolega lainnya di Monolog.
* * *
bersambung ke bagian 2.
sedikit info aja, Gading Serpong tempat Turning Poing berada, bukan di BSD. Sama-sama menyandang nama Serpong (sesuai pemberian developer masing-masing), tapi berada di wilayah yang berbeda, satu di Tangerang Selatan, satu lagi di Kabupaten Tangerang. 🙂
Ditunggu tulisan part 2 nya pak.
Kopi pahit kalo disajikan plus senyum barista2 ini apa bisa jadi manis, Pak? 😀
Barista Wanita sekarang lebih menyemarakkan dunia Kopi Indonesia…
Mohon Kunjungi Juga barista Semu Jaen di Ubud
http://semujaenubud.com/