Buat Matt Perger (24), yang meraih gelar Barista terbaik Australia di tahun 2011 dan posisi ke-3 World Barista Championship pada tahun yang sama, pengalaman pertamanya dengan kopi berada pada kutub yang berlawanan. “I hate it” kata lajang yang sejak berumur 16 tahun sudah mulai mengenal kopi.
Ia terheran-heran mengapa kopi rasanya pahit dan sama sekali tak menyenangkan saat ia magang di sebuah cafe di kota Sydney, Australia. Saat itu tahu 2006 dan di usia tersebut ia mulai banyak mencari tahu.
“I started to investigate, find the good cafes and espresso bars that has good reputation, asking them questions, and meet professionals. I tried to involve as much as possible in the industry” ujarnya saat kami berdua melakukan wawancara singkat di Common Grounds yang menghadirkan St. Ali selama satu minggu penuh sejak tanggal 11 September kemarin.
Pada usia yang sangat belia, Matt sudah malang melintang di kompetisi Barista tingkat nasional dan dunia termasuk kejuaraan World Brewers Cup. Menurutnya, Barista yang baik adalah seseorang yang sangat methodological dan terus berupaya untuk terlibat dengan angka dan sains serta tidak terlalu condong pada sisi artistik. Bukan tak penting, menurut Matt, apa yang ia kemukakan merupakan fondasi dasar yang harus terlebih dahulu diketahui oleh seorang Barista.
Apa tips nya untuk para Barista Indonesia bila ingin mengikuti kompetisi ? Menurut Matt, hal pertama yang harus dilakukan adalah menonton video sebanyak mungkin penampilan para juara yang bertanding. Kedua, carilah kopi yang punya sweetness dan kaya akan rasa.
Terakhir, jangan terlalu fokus pada penampilan seting meja, musik pengiring, atau cangkir yang cantik. Karena mayoritas nilai terdapat pada rasa dan oleh karena itu 99% upaya harus diarahkan untuk mendapatkan kopi yang terbaik.
Khusus buat cikopi.com, ia berbaik hati mendemonstrasikan secara singkat bagaimana saat ia berada di belakang mesin espresso. Pertama ia mengukur kopi sebanyak 23 gram, ukuran yang biasa gunakan untuk dua shot espresso.
Dengan gerakan motoris yang sudah terlatih, ia mendistribusikan kopi secara presisi di dalah portafilter lalu memadatkan dengan hanya sedikit tekanan. Selanjutnya, selama 43 detik ia membiarkan kopi mengalir ke dalam cangkir sebanyak 30 ml.
Ada tiga kata kunci yang menjadi mantra Matt dalam pembuatan espresso yakni : dose atau volume, yield, dan time. Ketiga kombinasi inilah yang harus dicatat setiap hari untuk setiap kopi dari varian dan roasting yang berbeda.
Dose adalah berapa banyak espresso yang akan dihasilkan. Semakin kecil volume espresso-nya, maka semakin sedikit dose-nya, demikian pula sebaliknya.
Sedangkan Yield merupakan kompromi antara strength dan extraction, atau dengan kata lain menurut Matt :
Higher yield = higher extraction and lower strength
Lower yield = lower extraction and higher strength
Demikian juga dengan faktor time atau waktu :
Longer time : higher extraction and higher strength
Shorter time : lower extraction and lower strength
Catatan : Penambahan waktu tidak selalu menghasilkan tambahan ekstraksi karena faktor keterbatasan mesin espresso.
Penjelasan Matt tentang teorinya tersebut merupakan sebagian kecil dari workshop yang diadakan setiap hari di Common Grounds yang semua tempat sudah terisi penuh pada saat pendaftaran dibuka pada awal Juli kemarin.
Kopi favorit ? Buat Matt, kopi Kenya adalah pilihannya karena rasa yang bright, fruity, acidity yang menyenangkan. Menurutnya, kopi dari Kenya bagaikan secangkir wine yang tak pernah bosan untuk dinikmati. Walau ia tak begitu banyak mengenal kopi dari Indonesia, ia terkesan dengan kopi dari Toraja dan salah satu varian dari Jawa.
Jangan salah, Matt tidak pernah membuat kopi baik untuk dirinya maupun orang lain saat ia berada di rumah. “My home is coffee free zone”. Juga ia tak punya perlatan seduh kopi apapun di rumah. “Saya sudah cukup banyak minum kopi di tempat kerja dan di rumah cukup secakir teh hangat” kata Matt.
Khusus bagi pembaca yang ingin menikmati secangkir kopi terbaik di rumah, Matt menyarankan untuk mendapatkan kopi fresh yang disukai pada penjual yang sudah punya reputasi. Semua alat seduh bisa menghasilkan rasa kopi yang baik, tapi carilah yang rasanya sesuai dengan selera, kata Matt.
Sebisa mungkin hindari air mineral, tapi gunakan air yang sudah difilter secara khusus. Tapi alat yang paling penting adalah grinder atau penggiling kopi. Jangan melewatkan alat penting ini ujarnya, bahkan ia menyarankan harga grinder sebaiknya dua kali lipat dari harga mesin espresso yang biasa terdapat di rumah.
Tentu saja Mahlkoenig EK43 punya tempat khusus untuk Matt saat ia dikenalkan oleh rekannya pada grinder yang bisa digunakan untuk menggiling bumbu dapurketika ia berada di Montreal, Kanada. Keseragaman hasil gilingnya sungguh mengesankan dan bisa menghasilkan rasa kopi yang lebih sweet dan mengeluarkan semua potensi rasa pada kopi tersebut, ujarnya.
“Buy grinder as expensive as you can afford” dan dengan itu kami menutup obrolan singkat bersama seorang Matt Perger.
* * *
Great insight!
Ada 1 hal yang saya kurang mengerti.
Higher yield = higher extraction and lower strength
Lower yield = lower extraction and higher strength
Yield ini maksutnya gmn Pak? Cara mendapatkannya bagaimana?
Saya asumsi Yield tidak sama dengan Temping karena hasilnya yg terbalik.
Artikel sangat2 bagi kami yg pemula ini..thanks
Setuju dengan buy a good grinder.. Latina 600N saya sepertinya mulai ngga akurat setelannya setelah mengabdi 2 tahun, dan espresso saya pun berantakan…
Semua tetap kembali ke kualitas grinder yang menjadi tumpuan utama sebelum memiliki mesin espresso….nice topic kang toni.
“Buy grinder as expensive as you can afford” benar benar nasehat yg jitu
Trims sharing nya pak Tony.. See u soon
Nice share Pak Toni. Mau tanya, cafe-cafe sekarang gelas-gelasnya cakep2, ada yg warna warni, dan yang gelas kaca tanpa gagang, ada rekomendasi suppliernya? Terima kasih.
Thank you buat artikelnya, pak Toni.
Sayang sekali tidak ada videonya ya..
Saya usul gimana kalo pak Toni mulai bermain di videografi, kayaknya asik juga 🙂
Secara saya sendiri wow banget kalo pas lihat video-video kopi di Youtube… takjub!
banghen