Setelah Sightglass Coffee, tujuan selanjutnya adalah Fourbarrel Coffee hanya kurang dari 10 menit perjalanan dengan menggunakan taksi ke kawasan Mission. Melihat jam, dan saya hanya punya sekitar beberapa jam lagi sebelum taksi yang sudah dipesan menjemput di hotel. Tapi tiba di depan Fourbarrel sejenak saya melupakan semua yang harus dilakukan. Akhirnya saya menginjakan kaki di salah satu tempat yang sudah lama ingin dikunjungi.
Di bagian depan sebagaimana di Sightglass, terdapat tempat tempat untuk memarkirkan sepeda. Kursi dan meja tersedia di pinggir jalan bila pengunjung ingin menikmati kopi sembari melihat lalu lalang kendaraan yang lewat di jalan Valencia.
Nah, saat melangkahkan kaki ke dalam, antrian sudah mengekor cukup panjang dan ada sekitar 10 orang di depan saya yang memesan kopi. Suasananya sangat ramai dan hanya sedikit terlihat tempat duduk yang kosong. Tidak kaget melihat orang banyak mengantri di sebuah coffee shop terutama di pagi hari, tapi saat itu menjelang malam dan pengunjung terus mengular hingga sepanjang empat meter hingga pintu keluar.
Sambil menunggu antrian, saya memperhatikan suasana keseluruhan di tempat ini. Di bagian depan sebelah kiri pintu masuk, seorang Barista yang rambut keritingnya diikat ke atas seperti lakon pesilat sedang sibuk melayani di pos slow bar atau manual brewing. Mengenakan baju kotak-kotak hitam putih ia sedang berbincang dengan dua anak muda yang sedang melihat menu dan memintanya merekomendasikan kopinya.
Fasilitas roaster dengan mesin merek Jerman itu berada di bagian belakang dan bisa dilihat oleh pengunjung sambil menikmati kopi tentunya.
“Kopi ini sangat menarik dengan rasa stroberi dan lemon” sekilas percakapan yang saya tangkap walau tidak tahu kopi dari mana yang sedang ia jelaskan. Setelah mereka menyetujuinya, ia langsung menimbang dan menggilingnya. Menarik saat si Barista mempersilakan pemesannya untuk menghirup aroma kopi yang telah ia giling sambil terus becerita singkat tentang asal kopi, ketinggian, proses pasca panen. Setelah dua anak muda menghirup aroma kopi yang mereka pesan dan mengembalikannya lagi untuk mulai diseduh.
Dengan cekatan si Barista mulai mengisi air yang ia ambil dari Ecoboiler Lamarzocco dan mengisi teko Hario Buono. Setelah membasafi filter sambil menghangatkan server, kopi siap diseduh. Sesekali ia menjelaskan apa yang saat itu sedang dikerjakan saat konsumen ingin diberi penjelasan tentang caranya menyeduh kopi.
Tak terasa saya sudah berada di depan kasir dan langsung memesan satu espresso yang harga totalnya sekitar 3 dolar berikut pajak dan berdiri menunggu pesanan. sambil menunggu, pandangan langsung tertuju di sebuah sudut belakang Barista, sebuah sistem audio dengan jantung power amplifier McIntosh ! Sederet piringan hitam berjajar rapi dan genre musik, sekali lagi punk rock sedang diputar saat saya berada di sana.
Maaf, saya memang selalu mempromosikan sebuah sistem audio yang “bagus” di kedai kopi Indonesia agar pengalaman sensory sepadan dengan auditory, sebagaimana yang saya lihat di Sightglass, Fourbarrel, dan terutama di banyak cafe shop di Seoul, Korea Selatan.
Rasanya bila pemilik coffee shop punya selera yang bagus untuk pemilihan audio dan musik yang diputar, biasanya sejalan dengan rasa kopi dan susana yang ingin dibangun. Mungkin saja saya salah dan pendapat ini tak bisa dijadikan sebuah ukuran. Untungnya tak meleset, dan espresso di Fourbarrel saya nikmati selambat mungkin di penghujung akhir perjalanan di kota ini.
Paduan kopi Afrika dan Amerika Latin dan sejenak kehilangan kata yang pas untuk menejelaskannya, lembut di awal dan perlahan mulai mengeluarkan semua flavor-nya, pianissimo ke crescendo, kalau boleh saya ibaratkan tempo dan dinamika pada musik klasik.
Demikian akhir perjalanan saya di San Francisco walau sebenarnya masih banyak beberapa tempat atau roastery yang harus dikunjungi. Tapi memang all good things must come to en end, dan perjalanan panjang selama 18 jam dengan jarak lebih dari 10 ribu km harus segera saya tempuh untuk kembali ke Indonesia.
I left my good coffee in San Francisco !
* * *
Web : Fourbarrel Coffee
Twitter : @fourbarrel
“Maaf, saya memang selalu mempromosikan sebuah sistem audio yang “bagus” di kedai kopi Indonesia agar pengalaman sensory sepadan dengan auditory, sebagaimana yang saya lihat di Sightglass, Fourbarrel, dan terutama di banyak cafe shop di Seoul, Korea Selatan.” Menurut saya Getback Coffee di jakarta yang sudah memenuhi kriteria ini mas. Apalagi ownernya sangat welcome, ramah dan mau diajak ngobrol …. Bahkan nawarin saya, next time kalo berkunjung bisa bawa CD untuk didengar disana ….