Ranin itu artinya “Rakyat Tani Indonesia”, kata Uji Sapitu (41) tentang asal muasal nama “Rumah Kopi Ranin”, kedai kopi yang dikelola bersama sahabatnya Tejo Pramono (41), beralamat di Jl. Ahmad Sobana 22A, Bantarjati, Bogor. Keduanya memang rekan sekamar sejak masih kos di asrama Teknologi Pertanian di daerah Baranangsiang dan berjuang bersama menyelesaikan kuliah di dua jurusan yang berbeda. Uji di Teknologi Pangan sedangkan Tejo di Mekanisasi Pertanian dan kini punya karir yang berbeda. Kehadiran Ranin di kota Bogor kembali menambah perbendaharaan jumlah kedai kopi spesial setelah sebelumnya MM Cafe resmi dibuka dua minggu lalu.
Saya sudah lama mengenal Uji, pria kelahiran Wonosobo dan menikmati diskusi maqom tingkat tinggi isu industri kopi khususnya di Indonesia. Maklum Uji berkecimpung langsung bukan hanya pada komoditas kopi, tapi hasil produksi pertanian lainnya. Kantor tempatnya bekerja mengelola perkebunan kopi termasuk merawat lahan yang sudah lama tak terurus dan sebagian sudah panen walau jumlahnya akan terus ditingkatkan.
Jadi tak heran jika saya yang pernah membaca tulisan suami dari Bintari Premati Dewi (39) ini, menemukan banyak ide bernas. Tapi Uji tak putus merisaukan fakta yang terjadi di lapangan “Kita memiliki khazanah cita rasa yang kaya, tapi tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai sehingga secara struktur masih rentan”.
Kesenjangan yang sama juga ditemukan oleh Tejo, pria kelahiran Banyuwangi, yang kini aktif di organisasi La Via Campesina, suatu organisasi internasional untuk kebangkitan para petani. Kebijakan industri dibidang pangan seringkali menafikan peran petani, dan organisasi ini semacam payung untuk menyuarakan kaum “voiceless”, yakni para petani yang pada umumnya lemah digilas ketidakadilan lansekap sistem pangan dunia.
Singkat kata, Tejo dan Uji mulai menggodok ide pendirian Rumah Kopi Ranin, bukan hanya kedai kopi semata, tapi sebuah ruang terbuka bagi siapa saja untuk menemukan ide-ide kreatif melalu berbagai diskusi seru yang sering mereka adakan di sini.
Pengunjung di sini tak akan menemukan mesin espresso, karena mereka tetap bertahan dengan cara seduh menuang air panas langsung atau manual brewing. Tapi para penikmat kopi bisa memilih alat seduh favorit mereka yang tersedia di Rumah Kopi Ranin : french press, pour over, atau syphon dengan rentang harga belasan ribu rupiah per cangkir.
Di desain secara minimalis oleh Jessica, istri Tejo yang lulusan arsitek dengan konsep minimalis dengan aksen warna merah di salah satu dindingnya. Jadilah ruangan sekitar 75 meter persegi ini terasa lebih hangat, apalagi dengan furnitur vintage-nya di beberapa sudut ruangan cafe ini.
Ini yang patut ditonjolkan, ada kopi-kopi eksotis dari Bener Meriah, Gayo, Kotanopan Mandheling, Baraka Enrekang, Kintamani Bali, Java Preanger, Humbang Hasundutan Linthong, Kepahyang Bengkulu, Java Preanger, Kalibendho Banyuwangi, Toraja hingga Wamena Papua. Sepertinya inilah cafe yang menyediakan single origin Indonesia terlengkap yang pernah saya tulis.
Ranin yang terdiri dari dua lantai bisa menampung total 90 pengunjung, serta buka jam 10 pagi hingga 10 malam seminggu penuh, kecuali hari besar keagamaan.
Idealisme harus diwujudkan dalam tindakan nyata, sekecil apapun yang bisa dilakukan. Kiranya itulah yang telah dilakukan oleh Uji dan Tejo melalui Rumah Kopi Ranin … making a difference !
* * *
Kopi memang mantab, saya selaku penggila sekaligus pencinta kopi sangat antusias sekali dg berkembangnya pengembang kopi di Indonesia skrg sangat meluas. Syukur deh semoga dpat menciptakan kopi yang sangat nikmat saat di sruput … hehe …. sangat bermanfaat omku …. thanks
kopi memang bermacam macam namun hanya beberapa saja yang memiliki kualitas
Akhirnya… ketemu juga!!!! Yg pertama sekitar tahun lalu kemaleman n udah tutup. Kemarin entah kayanya saya kesirep. Nah akhirnya, baru hari ini ketemu dan akhirnya…. akhirnya parkir juga. And I feel so alive!!!!
Wuih ternyata Ranin sudah didatangi mastah kopi, salut selalu untuk Mas Tejo dan Mas Uji.
Saya banyak mendapat inspirasi dari Cikopi dan Rumah Kopi Ranin, sehingga kawan-kawan peminum kopi di Bogor menemukan temoat untuk menikmati cita rasa yang sesungguhnya …. (y)
Sempat kumpul kerja disini, tempatnya nyaman, dekat dari rumah, gak nyangka ownernya ahli kopi setelah baca tulisan ini. Terima kasih banyak Pak Toni Wahid 🙂
ini tempat favorit saya ngopi di Bogor, deket dari rumah, bisa gowes or naik angkot 08A nyampe deeh, tapi sayang terakhir kesana belum ada ruang untuk penikmat kopi yang tidak merokok seperti saya. Mudah2an nanti diadakan khusus ruangan untuk non-smoker.
Ulasan yang inspiratif . Cikopi bagi saya merupakan majalah yg komplit mengulas dunia kopi sampai akar2nya. Thx pak Toni sukses selalu. Dan pak uji sukses just raninnya
@Agung…Terimakasih kawan Agung – sukses juga yaa
Cikopi selalu meracik ulasan yang menarik, namum buat saya liputan kali ini terasa kurang musical. Sejauh saya mengenal sosok Uji Sapitu adalah sosok yang erat dengan play list “Pink Floyd” dan lagu favoritnya adalah “Wish You Were Here”. Sebagai koleksi tambahan “Sixto Rodriguez” dengan single “I Think Of You”. Menjadi soundtrack perjalanan kami mengurai baris narasi kopi Indonesia, dari balik caping para petani di sudut-sudut kebun kopi. Sosok Uji Sapitu buat saya adalah spirit sufistik untuk Kopi Indonesia saat ini.
Selamat untuk Bung Tejo, Selamat buat Ranin, Selamat kepada “Rakyat Tani Indonesia”……..
@Buds…terimakasih atas doa dan harapannya — musikalitas ala Cikopi mungkin tak harus berbait dan berirama (?)
Wah sukses buat pak uji dengan rumah kopi ranin nya, menjadi salah satu tempat yg bisa dijadikan gudang ilmu untuk menggali lebih dalam dunia perkopian di kota bogor. Sukses selalu.
@Mas Faruq…terimakasih Mas – menggali lebih dalam untuk melihat lebih jernih hahahahaha
Selamat ya pak Uji utk Cafe Ranin nya. Sampai jumpa lagi segera di Ranin.
@Pak Yayang…terimakasih Pak, silakan kapan bisa singgah ; sudah disiapka sesajen kopi dari Kapahyang, Bengkulu nich…
Ranin…menampilkan citarasa dan penyajian yang apik, bagus bagi generasi muda agarmencintai kopi Indonesia dan tentunya petani Indonesia
@Yakub…terimakasih kawan Yakub – tentunya kritik dan masukan sangat diperlukan nich..
Terima kasih Pak Toni. Kopi bukan lahir dari ruang hampa. Ada petani yang menggarap, merawat dan mengolahnya dengan kerja keras, telaten, dan sepenuh hati. Mereka memproduksi kopi bukan untuk mengakumulasi modal, tetapi melestarikan dan menyelamatkan kehidupan. Dalam setiap sruputan kopi kita mereka musti hadir.