Tentu menggembirakan bisa berbagi pengalaman tentang per-kopian kepada khalayak umum dalam acara Coffee Tasting, yang diselenggarakan oleh Informa dan Starbucks di Living World, Alam Sutera, Tangerang Sabtu kemarin. Lebih dari 40 pengunjung dari berbagai kalangan usia, dan juga banyak dihadiri oleh para ibu rumah tangga meramaikan acara tanya jawab tentang kopi. Saya diminta oleh Starbucks Indonesia menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut dan seperti biasa selalu menarik apalagi jika disertai dengan demo cara menyeduh kopi di rumah.
Di awal acara rekan Mirza Luqman dari Starbucks mengenalkan kopi Sumatra dan Kenya kepada yang hadir. Mereka diminta untuk merasakan kedua jenis kopi tersebut lalu mencoba mengidentifikasi perbedaan rasa dan aromanya. Sebagai catatan, pengunjung adalah kalangan awam, tapi mereka cukup antusias mengeksplorasi rasa kedua jenis kopi tersebut yang punya intensitas berbeda, Sumatra sangat terasa lebih berat di lidah hingga Starbucks harus menambah kan X menjadi X-Bold, dalam kemasan kopi Sumatra dibandingkan dengan Kenya yang “Bold”.
Tidak lengkap kalau bagaimana cara menyeduh kopi yang praktis dan bisa dipraktekan di rumah masing-masing. Ini topik giliran saya yang berbagi metode seduh dengan alat french press. Mengapa saya memilih alat ini ? French press mudah diperoleh, harga relatif terjangkau dengan banyak pilihan dan kualitas, dan yang paling penting adalah mudah digunakan oleh siapapun untuk mendapatkan rasa kopi yang optimum. Jadi hanya dnegan menggunakan resep 10 gram kopi + 150ml air + aduk hingga rata dan tunggu hingga empat menit sebelum siap disajikan. Begitu kira-kira resep singkat menyeduh kopi yang mudah tanpa, tapi bisa mendapatkan rasa maksimal sepanjang kopi yang dikonsumsi masih fresh. Pertanyaan klasik ? boleh dicampur gula atau susu ? Boleh saja, your coffee, your way.
Saya melihat, publik khususnya yang hadir sudah semakin kritis dengan mengajukan pertanyaan yang sangat bagus seperti pengamatan tentang kultur kopi di Indonesia, antusiasme berbagai cara menyeduh kopi, hubungan kopi dengan kesehatan, dan seorang ibu yang bertanya kapan Starbucks membuka manual brewing di Indonesia ?
Acara yang sangat interaktif, dan yang paling menarik, kaum perempuan yang ternyata lebih aktif dalam diskusi hangat sore akhir pekan kemarin.
Dari Alam Sutera, kami bergegas ke rumah ketua SCAI, Tuti H. Mochtar karena saya sudah berjanji untuk dengan beliau dan sekaligus berkenalan dengan Macchiato, breed Yorkshire Terrier yang lucu itu. Ini hanya sebagian foto yang saya tampilkan, karena maklum, Macchiato punya click khusus dengan Mirza Luqman yang menjadi “sahabat” barunya hingga agak sulit diambil gambarnya.
Terakhir, saya memenuhi undangan Koes Haryanto dari Sebastian bersama beberapa rekan barista, roaster, pemilik cafe, untuk menghabiskan malam Minggu di tempat mereka sekaligus mencoba kopi baru mereka. Menarik memperhatikan desain interior cafe ini yang hampir kesemua materialnya menggunakan bahan daur ulang. Warna hijau adalah sebuah kontainer yang disulap sedemikian rupa dan menjadi atraksi utama dari cafe ini. Lantai berupa beton yang disemen halus, serta kursi-kursi yang dibuat dari bahan peti kemasan bekas. Sebastian Coffee Shop merupakan anak dari perusahaan Sebastian Coffee yang merupakan pemasok biji kopi mentah ataupun yang sudah di roast, single origin hingga blend.
Akhir pekan yang padat, tapi menyenangkan dan baru berakhir hingga Minggu dini hari dan ini rasanya kutipan di bawah ini cukup menggambarkan suasana yang terjadi kemarin :
“The rule at local Indonesian coffee shops is: no rule. One can freely lay down, or just playing chess or cards for many hours. No dress code required, you can laugh, chat or even sleep. (Toni Wahid, Coffee Tea & I Magazine)
Catatan : Tanpa kehadiran Frisah Hamdhani dari Toffin, suasana kemarin mungkin agak lain, apalagi judul kausnya cukup provokatif 😀
duh…sering kelewatan nich acara2 kaya gini…kapan2 ikutan ah kang….
effortlessly cool and adorable by nature…wah puisi baru nih…mantab..
kalau ada lagi boleh nih pak undang2,,hehe
wah mantab pak…
sukaaaa banget sama kata – kata Pak Toni yang ini :
““The rule at local Indonesian coffee shops is: no rule. One can freely lay down, or just playing chess or cards for many hours. No dress code required, you can laugh, chat or even sleep. (Toni Wahid, Coffee Tea & I Magazine) ”
hidup no rule coffee shop! =)
Ga sabar juga pingin liat film dokumenternya nih pak…
Kang…, kumaha lamun urang nu di gendong ku bu Tuti nya…wua.ha.ha.ha.
Mimpi ghe jauh sugan nya he.he.he.he
sayang ga bisa ikutan di sebastian,kayaknya rame.
btw Anjing lucu n keren bangettttt
Terima kasih pak Toni….
Fotonya seperti biasa bagus-bagus banget….
mungkin saatnya sbux mulai mengkonsep pour-over bar cafe sebagai alternatif style bisnisnya ya 🙂 setuju mas mirza?
aaaah gitu kan teu bilang2… saya kemarin malam minggu kelabu gitu padahal, weeergh…
Mas Toni, saya sabtu ikutan acara nya detikfood di anomali coffee kemang, berharap mas Toni hadir … eh gak taunya mas Toni ke alam sutera … hiks … kalo ada lagi acara kayak gini mohon inform ya mas … thanx …
Wah, Syaikh lagi tabligh akbar ya akhir pekan kemarin. Benar-benar banyak nih umatnya :p
Kapan ya saya bisa ikutan acara yang begitu-begitu ? Jauh dimata……