Peny Stephen dari PT Indodairy Continental menawari saya untuk mencoba kopi luwak mereka yang produksi pertahun dari perkebunan mereka di Medan hanya dalam kisaran 50 kg dan seringkali kurang. Wak Noer’s Loewak tidak dipasarkan di Indonesia, tapi sudah melakukan penetrasi pasar di negara2 Eropa khususnya Belanda tempat kopi ini pertama kali diperkenalkan. Pernah dicoba dan mendapatkan pujian dari chef Gedung Putih serta terus memperoleh publisitas positif di media sana karena faktor orisinalitas yang terus mereka pertahankan. Jadi, posting ini hanyalah sebagai prelude, karena siapa tahu saya bisa melakukan eksplorasi ke Medan untuk mengetahui lebih lanjut produk yang mulai mendapat tempat di dunia internasional. Fingers crossed.
Catatan : Kopi luwak adalah eksotisme Indonesia, salah satu produk kopi termahal di dunia di tengah berbagai eksploitasi komersial yang justru semakin menurunkan harga produk ini. Saat ini harga lelangnya terus bersaing ketat (US$ 160 per pound) dengan Hacienda La Esmeralda dari Panama (104$/pound), St. Helena Coffee (79$/pound) pulau tempat Napoleon dibuang, El Injerto dari Guatemala (50$/pound) , Fazenda Santa Ines dari Brazil (50$/pound), dan Blue Montain dari Jamaika (49$/pound). Bila komersialisasi besar2an dan berbagai upaya untuk membanjiri pasar dengan “kopi luwak” artifisial, eksotisme kopi ini tentu harus berhadapan dengan hukum ekonomi yang membuat harganya semakin turun. Bagaimanapun kopi termahal biasanya ditanam dalam skala kecil oleh para petani yang berkomitmen terhadap kualitas, bukan kuantitas, dan dihargai karena rasa kopi dengan karakteristik yang unik. Jadi, tunggu liputan tentang Wak Noer’s Loewak, kopi dengan rasa”lain” yang pernah saya coba, moga2 dalam waktu satu atau bulan berikutnya … #cari koper dan siap2 packing 🙂
Peringatan terakhir dari pak Toni sudah sudah terjadi. Kopi Luwak mulai di boikot di UK dan US.
Di UK banyak member coffee trade yang menentang penjualan kopi Luwak baik karena alasan animal cruelty ataupun karena kopi Luwak di anggap ga layak masuk ke dalam jajaran kopi specialty.
Di US SCAA bahkan mempublish artikel mengenai ketidaksenangan mereka terhadap kopi Luwak yang di anggap sebagai kopi dengan cerita yang bagus saja tanpa kualitas yang baik.
sayang sekali kalo sampai kopi Luwak kehilangan pamornya karena kelatahan orang-orang yang mencari untung sesaat 🙁
Artikel yg bagus
Kang Toni ijin link nya ya
numpang lewat ya. Kalau mau jalan-jalan ke medan, or kalau mau wisata kuliner di medan, jangan lupa mampir di blog indrahalim.com ya… di situs itu lengkap reviewnya tuk resto or kedai yg menyediakan makanan enak di medan.. thx!
Mas Toni, minta izin informasinya dijadikan referensi utk artikel yang saya publish di makanmana yah.
Terima kasih.
saya baru belajar menjadi Penikmat Kopi
dan baru dapat kiriman wak noer’s loewak @50gr dari mba Pheny …
tapi blm dicoba
-salam nikmat-
aku orang medan aja ga tau ada”Wak Noer’Loewak”…… ga salah juga khan kalau kita menggunakan oppurtunity yang ada…… setuju kalau harus melalui proses…..ngga instan…he.he.. makanya belajar dari cikopi nich …..pa Toni ijin link ke cikopi yach !
trims sebelumnya
Setuju pisan kang!
Obrol2 dengan Kang Adi soal “luwak tangkar” dan bahkan artikel majalah Gatra soal “kopi luwak probiotik” menimbulkan rasa ngeri, bahwasanya apresiasi terhadap satu jenis kopi berganti (karena trend) menjadi “everybody who felt like they’re elite should’ve tried one!”
Akhirnya menjadi lucu, karena mereka mencoba meningkatkan kuantitas yang belum tentu dibarengi kualitas, sambil mematok harga yang belum tentu “worth it”.
Ada pengalaman lucu, tempo hari saya di Pasar Malem Plaza Tunjungan, Surabaya, salah satu standnya adalah Rolaas Coffee, kalo ga salah mereka menyediakan kopi luwak (!) di stand itu. Dan saya ga melihat tempat penyimpanan yang “proper”… Dan tentunya adanya barista, bukan sekedar mbak2 tukang jual minuman… hiks…
ditunggu liputan soal wak noer luwaknya yah. di ibukota sudah kebanjiran luwak, tapi yang disajikan bukan benar2 kualitas luwak yang sebenarnya 🙂
Hmmm …. setuju !!!!! Apalagi org Indonesia itu sendiri kadang terkenal “latah” dan “ikut arus” ….. jika ada product yg dinilai secara ekonomis bagus …. trus lgs ikut2an (mending kalau ikutannya dgn proses yg benar, kadang dgn “instan”) dan end up nya perang harga dech …..
Semoga kopi luwak Indonesia tetap bisa menjadi primadona ….. mari kita jaga bersama ….. bukan bgitu pak Toni ? hehehehe
sangat setuju dengan pernyataan terakhir. penyakit mengerikan yang bernama exploitasi demi uang.