Datanglah ke Jogja, nikmati kopi lesehan ala kota gudeg ini dengan seharga 1.700 per cangkir, kopi termurah yang saya temukan di kota gudeg ini. Tak usah khawatir akan diusir bila hendak berlama-lama di sini. Main catur atau mau main kartu tak di larang, tengkurep pun sah2 saja seberapa lama pun yang anda mau. Anggap saja ini kamar kos kedua, mungkin begitu pikiran pengunjung yang membuat cafe sejenis ini cukup menjamur terutama di kawasan yang berdekatan dengan para mahasiswa.
Di kawasan area Selokan Mataram saya bertandang ke Mato Kopi yang buka 24 jam. Di sini pengunjung yang kebayakan kalangan mahasiswa sedang asyik menikmati kopi dan berbagai penganan gorengan. Saya memesan kopi sue yang dicampur dengan jahe dan kopi kotok, sebuah signature drink khas Mato Kopi. Kopi ini direbus dua kali hingga menghasilkan kopi pekat yang disajikan dalam gelas kecil. Kedua kopi ini dijual dengan harga di bawah 2000 per gelas. Biasanya cafe ini ramai setiap menjelang malam saat orang2 mulai mencari kehangatan dengan segelas kopi yang mereka bisa nikmati sambil lesehan dengan penerangan seadanya. Romantis kan ?
Selanjutnya mari kita berkunjung ke Goeboex Coffee, sebuah warung kopi masih dengan konsep lesehan. Mereka berdiri sejak Januari 2006 yang berlokasi di jalan Perumnas Mundu, Sleman dengan misi mengenalkan berbagai jenis kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan kisaran harga yang hampir sama alias murah meriah sesuai dengan kantong mahasiswa sehingga kopi ini dikenal dengan cengcengpo, kata Yudi kasir di Goeboex Coffee.
Selain menu kopi, di kafe ini kita bisa menikmati berbagai menu seperti steak hingga mie termasuk sebuah lapangan futsal yang berada di bagian belakangnya. Setiap hari adalah hari libur, saatnya minum kopi, demikian motto mereka dan saya harus setuju dengan jargon itu. Maklum kota Jogja yang ritmenya jauh dengan Jakarta yang hiruk pikuk membuat siapapun betah berlama-lama menikmati kehangatan kopi dan suasana sore di kota Jogja saat itu. Sekali lagi jangan khawatir dengan harga. Murmer.
Sama dengan kedua cefe di atas, Ngeban resto yang sore itu mulai buka sejak jam 4 sore sudah mulai dipenuhi oleh pengunjung. Saat matahari mulai tenggelam, pengunjung semakin ramai dan didominasi oleh anak2 muda kota gudeg ini. Lokasinya di Condong Catur, tidak terlalu jauh dengan kedua Mato Kopi dan Goeboex Coffee.
Resto ini cukup modern, selain dengan konsep lesehan mereka juga menyediakan meja kursi layaknya sebuah restoran. Dengan pemandangan hijau pohonan yang rimbun dihiasi lilin membuat beberapa pengunjung yang berpasangan semakin tak hirau dengan suasana sekitarnya. Ah atmosfir ini membuat orang dan termasuk saya jadi enggan beranjak di tengah cuaca yang sangat bersahabat.
Asyiknya ngupi di Jogja dengan suasana khas lesehan, tanpa harus khawatir diusir walau berlama-lama dan harga super murah tentu sebuah konsep yang mungkin tidak akan ditemukan di kota sebesar Jakarta. Keunikan dimana hubungan pengjung hampirsamar antara hubungan penjual dan pembelimembuat cafe lesehan mendapatkan tempat di hati para pengunjung serta menjadi ikon baru wisata kota Jogja.
Selanjutnya saya akan menemui Badrun alias Nasrudin, orang yang plaing bertanggung jawab menularkan kegemaran ngopi-nya ke seantero Jogja pada posting berikutnya.
(Terima kasih kepada Ikarini Wulandari yang telah menjadi guide saya mengunjungi cafe2 yang dimuat dalam posting ini)
kapan mau ngopi bareng pak?saya juga sering ke mato kopi..byasanya malah sampe pagi..suasananya bikin saya pengen terus kembali ke jogja…hampir tiap ke jogja pasti mampir di mato kopi…
salut sama bung Toni, bisa blusukan sampe kedai2 kopi di seputaran rumah saya , ehehehehe
ada tradisi unik di warkop2 jogja tr’utama d BLanDongan & Mato yaitu pemilihan “SUNAN WARUNG” he..
jadi kangen ni sm jogja, gr2 baca ini,
mato, ngeban, goeboex, blandongan,
cobain “Secangkir Jawa” pak dekat stadion Maguwoharjo, msh sodara sm mato,,,
sama “Semesta” daerah kotabaru, sodaranya blandongan,,,
jadi kangen ni sm jogja, gr2 baca ini,
mato, ngeban, goeboex, blandongan,
cobain Secangkir Jawa pak dekat stadion Maguwoharjo, msh sodara sm mato,,,
sama Semesta daerah kotabaru, sodaranya blandongan,,,
di ngeban resto, aku pernah dibentak pelayannya gara2 konfirmasi pesenan doang. gila bgd,,,
Potret Cafe: Spesial Menu Nila Bakar + Nasi Bakar lengkap hanya 6.500 saja. Maen ke potret di Jl Anggajaya III KOmpleks taman kuliner concat (Selatan terminal concat ke barat 100 m) Free Hotspot gan..
angkringan potret mohon di review mas..
Menikmati Angkringan Jogja dapat dapt ditemukan di Potret Cafe. Dengan menu pilihan makanan minuman dengan nuansa angkringan jogja dapat kamu temui di sini.
kopi kotok+jahe nya mirip sm kopi yang di jual di kota saya cepu,sy rencananya arep gawe warong kopi cilek cilean,modale gak enek
kangen ma mato……….
kapan mas Toni ke Jogja lagi kok sampe mato segala? hiii..gitu ya ga ngabari aku
wahhh sneng bgt ne sama goeboex coffee tmpny asik, simple tp bikin betah…harganya murah tapi rasanya ga kalah enak sama yg hrgnya lbh mahal hoho…udah gitu ada lapangan futsalny jg jd kl ada yg suka sport bs fun bareng sambil nongkrong ngopi…..dont miss it ^^
beeeeee……
ke jogja ga ngabari,lupa klo punya temen di jogja ya bos…..
i dont know sir… kok merinding membaca dan menikmati fotonya, rasanya atmosfir yang di ceritakan begitu meresap kedalam imajinasi saya…
inikah pencapaian dari foto yang mampu berbicara…
great job! thats all i can say…
Very very very interesting 🙂 nice post again pak Toni, benar-benar menangkap budaya kopi sampai ke ‘akar’. Btw CengCengPo itu singkatan kah? Jujur dari tadi ngulik hehehe ;p
Wah Pak Toni lagi jalan2 ke Jogja nich ??
Asiknya kalo bisa ngopi2 di Jogja bareng Pak Toni..penasaran sama kopi2 tersebut 🙂
Ditunggu pembahasan berikutnya Pak 🙂
wekkkssss saya org jogja malah gk tau ada warung kopi yg bpk tulis.. hahaha thanks pak.. buat referensi kuliner saya nih… thanks thanksss