Saya sedang menikmati sedapnya kopi Wamena yang pekat dengan menggunakan Vietnam Drip di cafe Sarang Kopi. Sore itu Kamis minggu kemarin suasana cukup ramai di mall Bandung Indah Plaza lantai tiga tempat Sarang Kopi membuka gerainya. Beberapa pengunjung anak muda sedang asyik menikmati kopi walau suasana mall seperti biasa agak bising dengan hingar bingar musik.
Kopi yang disajikan adalah salah satu merek langganan saya dari kota Malang, Bel Canto. Biasanya saya memesan kopi dari Aceh Gayo yang punya wangi semerbak, namun kali ini Chandra pemilik cafe memilihkan kopi single origin dari Wamena.
Saya mengenal Sarang Kopi saat mereka masih menggelar dagangannya di pinggir jalan depan Pasar Baru Bandung di kawasan jalan Otto Iskandardinata. Dari pinggir jalan, bisnis Chandra sudah merambah ke mall yang harga sewanya tentu jauh lebih mahal dibandingkan dengan premi warung pinggir jalan tentunya.
Saya cuma kagum bahwasanya sebuah bisnis kopi yang awalnya dimulai dari pinggiran jalan bisa memasuki mall. Jadi jangan dikira kalau bisnis kopi kecil-kecilan ternyata bila dikelola secara benar sangat menjanjikan. Cuma sayangnya menurut pengalaman saya bertemu dengan para pemilik cafe banyak diantaranya harus gagal di tengah jalan. Mengikuti trend bisnis sesaat tanpa kecintaan terhadap produknya seringkali menjadi faktor utama bangkrutnya bisnis ini. Padahal sebuah cafe kelas menengah di kawasan Kemang Jakarta minimal bisa menghabiskan modal sekitar 500 jutaan.
Bagi mereka yang sukses ada proses panjang yang harus dilalui. Keuletan, pengetahuan yang luas dan kecintaan terhadap kopi dan berbagai rasanya, penguasaan mesin espresso, penguasaan teknis seorang barista yang mahir, manajemen restoran, hospitality business, dan tentu saja pemilihan lokasi yang tepat adalah sebagian dari resep sukses mereka.
Satu shot espresso dan segelas kopi Wamena cukup membuat obrolan sore kami semakin menarik. Chandra optimis kalau bisnis kopinya akan terus maju walau diselingi kekhawatiran akan pemilihan lokasi. Satu hal yang pasti, ia tidak takut gagal dan akan mencoba lagi menyusuri lokasi lain yang cocok untuk bisnisnya.
Siapa yang berani mengelola bisnis kopi ?
wah saya jadi ketinggalan nich….saya ama temen2 sering nge hang out di Starbucks…n berpikir yang enak suasananya n kopinya ya cm di outlet tersebut. padahal sebagian bahan bakunya dari Indonesia..mosok sich tidak ada waung lokal sekelas Starbucks…eh foto2 outlet Sarang Kopi sangat menarik apalagi kisahnya perjalanannya ternyata sungguh inspiratif.
kapan-kapan pengin mampir n nyoba ah….
Salam Sukses
Thx atas dukungannya temen2 semua 🙂
Kesalahan pemilihan lokasi berakibat cukup fatal (cukup mahal tapi di ujung) , sehingga Sarang Kopi Coffee Shop terpaksa harus tutup.
Tapi sekarang Fokus ke Supply Kopi & Alat2 Kopi untuk di rumah.
Saya ingin setiap orang dapat menikmati kopi di rumahnya masing2 dengan gayanya masing2, sehingga seni minum kopi akan begitu terasa. Dan tidak perlu jauh2 dan mahal2 untuk menikmati secangkir kopi yang berkualitas.
Thx everyone. Especially Pak Toni yang selalu mengikuti perkembangan setiap barang yang saya pasarkan, dengan passion yang begitu tinggi. 🙂
Mohon dukungan selalu.
Regards,
Chandra – Bel Canto Coffee & Classic Coffee Drip.
hiks… punya rekan senasib… ternyata dah tutup bro anrie, so sekarang cuman bisa mengandalkan kemampuan bikin kopi yang terbata-bata dari kopinya sarang kopi, ada tuh di riau junction.. mak nyusss.. deh
om skr sarang kopi pindah kemana??tiap ke bip gak ada trus….
sayang beribu sayang hari ini saya menuju TKP tapi tutup,
semoga renovasinya segera kelar ya pak Chandra
sayang seribu sayang tadi sore saya menuju TKP tapi tutup,
semoga renovasinya cepat kelar ya pak Chandra
Good luck for Chandra & Sarang Kopi.
Wish the best for you.
Halo Pak,
Saya SANGAT berterimakasih Pak Toni sampai dua kali datang ke Bandung hanya demi mengunjungi Sarang Kopi mulai dari dulu (yang gerobak) sampai yang sudah jadi Coffee Shop.
Saya juga SANGAT berterima kasih karena Pak Toni adalah pelanggan setia Kopi Bel Canto Aceh Gayo, semenjak dulu di gerobak sampai sekarang.
Jadi malu juga, masih Waroeng Kopi kecil2an koq kesannya seperti Coffee Shop besar..he he he.. Penyuguhannya juga kebanyakan masih tradisional Pak, belum ala modern sekelas Coffee Shop besar. Keunggulannya masih dari uniknya seperti waktu di gerobak, dari penyajiannya (Vietnam Drip, Tubruk, dll) sampai daftar kopi yang cukup lengkap dari Aceh Gayo sampai Wamena Papua.
Saya betul2 berterima kasih Pak, atas kunjungannya, dan berharap sesekali Bapak bisa berkunjung lagi buat ngopi2 ke Sarang Kopi.
Best Regards,
Sarang Kopi & Bel Canto Coffee.
http://www.sarangkopi.com
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=913518
Kisahnya layak dikagumi Pak Toni. Sekarang yang dijual Sarang Kopi, bukan hanya kopi seperti ketika masih berjualan di pinggir jalan, namun juga: i>life style manusia modern.
Meski warung kopi sebagai gaya hidup dalam arti bagian dari budaya manusia Indonesia itu sebenarnya bukan barang baru ya. Di Gresik, Jawa Timur, di sudut-sudut kota, dengan mudah bisa ditemukan warung kopi yang jadi sentra sosialisasi masyarakat setempat, mulai dari kelas bawah hingga kelas atas, begitu juga di Pekanbaru (jadi kangen ngopi ala Kimteng), Medan, hingga Aceh. Sampai di kota-kota itu, timbul jargon, semua keputusan penting untuk kota tersebut, sebetulnya dihasilkan dari warung kopi.